Difteri: Gejala dan Pencegahan

Difteri: Gejala dan Pencegahan

Share

Difteri adalah penyakit infeksius yang sangat mudah menular. Mereka yang terinfeksi kondisi ini bisa mengalami masalah serius pada pernapasan dan kesulitan menelan, juga menimbulkan permasalahan kulit. Penyakit ini bisa dicegah dengan vaksin yang termasuk imunisasi wajib pada bayi.

Berikut informasi yang telah dirangkum Kavacare mengenai difteri.

Apa Itu Difteri?

Difteri adalah penyakit infeksius menular yang disebabkan oleh bakteri jenis Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini paling sering mempengaruhi kondisi sistem pernapasan, sistem integumen (pembeda dan pelindung organ), dan dapat ditemukan pada individu yang tidak bergejala atau asymptompatic carrier. Satu-satunya inang bakteri ini adalah manusia.

Jika menyerang sistem pernapasan, bakteri ini bisa melepaskan racun yang direspons oleh tubuh kemudian menyebabkan penumpukan lapisan membran berwarna keabuan di tenggorokan. Lapisan ini adalah karakteristik fisik dari difteri.

Pada kasus yang jarang, infeksi juga bisa mempengaruhi kondisi kulit. Difteri yang menginfeksi kulit tidak separah infeksi pada saluran pernapasan. Umumnya infeksi iini akan menimbulkan ulkus dan lesi kulit yang diselimuti membran keabuan. Lesi ini tidak akan menyebar atau menyerang jaringan di sekitarnya.

Seseorang bisa tertular melalui cairan saluran pernapasan atau droplet yang terkontaminasi bakteri. Droplet bisa keluar ketika seseorang bersin, batuk, atau meludah. Penularan juga bisa terjadi setelah menyentuh benda-benda yang terkontaminasi bakteri penyebabnya, pakaian, atau luka pasien pengidap difteri kulit.

Pada kebanyakan kasus, penyakit ini hanya ditularkan dari orang-orang yang mengalami gejala. Namun tanpa perawatan, pasien bisa menularkan penyakit ini selama 2 – 6 minggu selama terinfeksi.

Ada 2 jenis utama difteri, yaitu:

  • Difteri Respitori Klasik, jenis yang paling umum dan bisa menyerang hidung, tenggorokan, tonsil, atau laring (kotak suara). Gejalanya tergantung membran mana yang terdampak. Jenis ini juga disebut difteri faring.
  • Difteri Kulit, jenis yang paling langka dengan gejala umum seperti ruam kulit, luka, atau lepuh yang muncul di berbagai bagian tubuh. Jenis ini lebih sering ditemui di negara-negara tropis atau daerah dengan tingkat kesehatan rendah.

Penyakit ini bisa menginfeksi siapa saja, orang-orang yang lebih rentan terutama adalah:

  • Mereka yang belum mendapatkan vaksin primer difteri atau belum mendapatkan booster
  • Pengidap gangguan sistem kekebalan tubuh
  • Balita dan orang-orang di atas usia 40 tahun. Terutama pada anak-anak di bawah 12 tahun, semakin muda usianya, semakin besar risiko mengalami komplikasi jika tertular.

Penyakit ini termasuk penyakit serius. Risiko kematiannya tinggi, bahkan pada pasien yang telah mendapat perawatan. Dari 10 pasien yang tertangani, 1 di antaranya berisiko meninggal. Sementara jika tidak mendapat penanganan, risiko kematian meningkat menjadi 1 dari 2 pasien.

 

Baca Juga: Penyebab dan Penanganan Sulit Menelan (Disfagia)

 

Tanda dan Gejala Difteri

Setelah seseorang terinfeksi , jika bakteri menginfeksi sistem pernapasan biasanya gejala akan muncul dalam 2 – 5 hari. Periode inkubasi bakteri bisa mencapai 10 hari.

Gejala awal difteri bisa muncul seperti flu. Gejala-gejalanya antara lain demam, sakit tenggorokan, dan pembesaran pada kelenjar getah bening.

Gejala khasnya adalah munculnya lapisan tebal berwarna keabuan (pseudomembran) yang menyelimuti tenggorokan, bagian dalam hidung, tonsil, dan bagian-bagian lain dalam sistem pernapasan.

Munculnya membran ini disebabkan oleh racun dilepaskan oleh bakteri penyebabnya. Racun ini kemudian membunuh jaringan-jaringan sehat pada sistem pernapasan. Dalam 2 – 3 hari, jaringan yang mati membentuk lapisan keabuan tebal. Semakin tebal lapisan ini, pasien akan semakin sulit bernapas dan menelan.

Gejala umum difteri pada sistem pernapasan adalah:

  • Demam dan menggigil
  • Sakit tenggorokan
  • Pembengkakan pada kelenjar getah bening area leher
  • Lemas dan letih
  • Napas berbunyi dan kesulitan bernapas
  • Suara menjadi serak hingga sulit berbicara
  • Detak jantung lebih cepat dari normal (takikardi)
  • Mual dan muntah, terutama pada anak-anak.

Sedangkan pada difteri kulit, gejala dapat muncul adalah:

  • Ruam bersisik
  • Ulkus atau luka terbuka yang diselimuti membran keabuan
  • Infeksi pada luka sekunder.

Selain dilihat dari gejala, jika dokter mencurigai pasien terinfeksi maka akan dilakukan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis dilakukan dengan:

  • Tes laboratorium sebagai tindak lanjut dari temuan pada pemeriksaan fisik
  • Tes bakteri, dilakukan dengan pengambilan sampel dari tenggorokan
  • Tes kultur, dilakukan dengan swab tenggorokan
  • Tes toksin, untuk mendeteksi apakah adanya racun dari bakteri penyebabnya
  • Tes darah komplet, untuk menunjukkan kadar sel darah putih sebagai deteksi infeksi
  • Tes troponin I, membantu menemukan cidera miokard
  • Pengambilan gambar dengan sinar X di area leher dan dada

Biasanya jika kecurigaan mengarah pada difteri, pasien akan segera ditangani sebelum hasil tes keluar karena penyakit ini membutuhkan perawatan secepat mungkin.

Penyakit ini bisa diobati. Jika ditangani sesegera mungkin, penyakit ini merespons positif pada pengobatan. Umumnya perkembangan akan terlihat setelah 2 – 3 minggu perawatan. Pada difteri yang menginfeksi kulit, ulkus mungkin butuh 2 – 3 hari untuk sembuh sepenuhnya, tetapi bekas luka tersebut mungkin permanen.

 

Baca Juga: Kulit Kering pada Lansia, Bagaimana Mengatasinya?

 

Komplikasi Difteri

Komplikasi difteri yang paling umum adalah miokarditis dan neuritis. Pada pasien yang mengalami komplikasi, angka kematian mencapai 5% – 10%. Komplikasi yang parah salah satunya menyebabkan timbulnya lapisan tebal di saluran pernapasan bagian atas sehingga terjadi penyumbatan. Kondisi ini memicu pasien gagal napas dan membutuhkan penanganan medis, seperti intubasi.

Komplikasi pada Jantung

Penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi pada jantung, seperti serangan jantung dan gangguan pada ritme detak jantung (aritimia). Bisa juga timbul penyumbatan dan gagalnya sistem sirkulasi tubuh.

Komplikasi Neurologis

Komplikasi saraf juga bisa terjadi akibat penyakit ini. Pasien bisa mengalami melemahnya sistem saraf atau kelumpuhan, terutama jika memengaruhi saraf-saraf kepala dan anggota gerak.

Saraf di area faring dan area mulut juga bisa terpengaruh, kemudian menimbulkan gangguan seperti makanan keluar lagi dari mulut atau keluar cairan dari hidung. Pada kondisi langka, pasien anak bisa mengalami komplikasi berupa ensefalitis.

Pencegahan Difteri

Difteri bisa dicegah dengan pemberian vaksinasi. Biasanya pemberian vaksin termasuk pada imunisasi untuk beberapa jenis infeksi sekaligus, seperti pertusis dan tetanus (vaksin DPT).

Vaksin DPT termasuk dalam imunisasi dasar wajib untuk anak. Vaksin ini dapat diberikan mulai usia bayi 6 minggu. Nantinya anak akan mendapat booster vaksin DPT pada usia 18 bulan, 5 – 7 tahun, dan dilanjutkan pada umur 10 – 18 tahun. Dianjurkan agar vaksinasi dilanjutkan dengan booster rutin setiap 10 tahun.

 

Baca Juga: Kapan Kita Perlu Vaksin Flu?

 

Selain vaksinasi, jika Anda berkontak dekat dengan pasien difteri, dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter agar mendapatkan antibiotik. Tujuan pemberian antibiotik ini untuk mengurangi risiko infeksi. Langkah ini disebut profilaksis.

Selain antibiotik, mereka yang berkontak dengan pasien dianjurkan untuk:

  • Mendapat pengawasan atau memonitor secara mandiri kemungkinan munculnya gejala dalam kurun waktu 7 – 10 hari setelah berkontak dengan pasien 
  • Melakukan tes difteri, dengan sampel yang diambil dari hidung dan tenggorokan
  • Mendapatkan booster vaksin jika belum melakukan booster rutin 10 tahun sekali.

Terkait pencegahan dan penanganan difteri bisa Anda bisa berkonsultasi dengan Konsultan Medis Kavacare. Hubungi kami di nomor 0811 1446 777 untuk konsultasi seputar kebutuhan medis Anda di rumah dan mendapatkan layanan homecare.

SUMBER:

  1. Diphtheria. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560911/ diakses 2 Maret 2023
  2. Corynebacterium Diphtheriae. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559015/ diakses 15 April 2023
  3. Diphtheria: Causes and How It Spreads. https://www.cdc.gov/diphtheria/about/causes-transmission.html diakses 2 Maret 2023
  4. Diphtheria: Causes, Symptoms, Treatment & Prevention. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17870-diphtheria diakses 2 Maret 2023
  5. Diphtheria: Symptoms, Causes, Diagnosis, and Treatment. https://www.verywellhealth.com/overview-of-diphtheria-4175810 diakses 2 Maret 2023
  6. Imunisasi Dasar untuk Anak Usia 0-18 Tahun. https://www.biofarma.co.id/id/berita-terbaru/detail/imunisasi-dasar-anak diakses 2 Maret 2023
dr. Keyvan Fermitaliansyah
Reviewed by:
Ditinjau oleh:

dr. Keyvan Fermitaliansyah

Care Pro, Dokter Umum Kavacare