Sleep Apnea: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobati

Sleep Apnea: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobati

Share

Sleep apnea atau apnea tidur adalah gangguan tidur yang dapat berpotensi serius yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Saat seseorang tidur, aliran udara menuju paru-paru terhenti secara periodik selama beberapa detik karena penyempitan atau penyumbatan saluran napas. Hal ini menyebabkan berhentinya pernapasan sementara dan dapat terjadi beberapa kali dalam satu malam. 

Apa Itu Sleep Apnea?

Sleep apnea adalah gangguan tidur yang dapat menjadi serius yang ditandai dengan penurunan sementara atau penghentian generator ritme pernapasan yang terletak di dalam area pontomedullary otak. Kondisi ini mewakili serangkaian kondisi gangguan pernapasan saat tidur dan bermanifestasi sebagai fenomena atau pola siklus selama tidur periode apnea atau hipopnea bergantian dengan hiperpnea. 

Apnea tidur dapat menyebabkan seseorang terbangun berkali-kali selama tidur, sehingga mengganggu pola tidur yang normal dan dapat mengakibatkan penurunan kualitas tidur secara keseluruhan.

Prevalensi apnea tidur cukup tinggi di seluruh dunia, yakni berkisar antara 21-59% pada populasi umum dan pasien dengan penyakit jantung. Kondisi ini paling sering terjadi pada laki-laki dewasa tetapi wanita dan anak-anak juga bisa mengalaminya.

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan apnea tidur. Salah satu penyebab paling umum adalah sleep apnea obstruktif, di mana saluran napas mengalami penyempitan atau penyumbatan karena relaksasi otot-otot di sekitarnya selama tidur. 

Faktor Risiko

Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami sleep apnea, diantaranya meliputi:

1. Kelebihan Berat Badan atau Obesitas

Kelebihan berat badan adalah salah satu faktor risiko utama untuk apnea tidur. Lemak yang terakumulasi di sekitar leher dan dada dapat menyebabkan penyempitan saluran napas dan mengganggu aliran udara yang masuk ke paru-paru. Selain itu, obesitas juga dapat menyebabkan relaksasi otot-otot di sekitar saluran napas, yang dapat memperburuk gejala  apnea tidur.

2. Struktur Anatomi yang Tidak Normal

Beberapa orang memiliki struktur anatomi yang dapat meningkatkan risiko apnea tidur. Misalnya, memiliki leher yang pendek atau lebar, lidah yang besar, tonsil yang membesar, atau rahang yang kecil dapat menyebabkan penyempitan saluran napas dan menghambat aliran udara selama tidur.

 

Baca Juga: Penyebab Mendengkur dan 6 Cara Menghentikannya

 

3. Usia

Risiko apnea tidur cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh perubahan struktur dan elastisitas jaringan tubuh seiring dengan penuaan. Pada usia yang lebih lanjut, saluran napas menjadi lebih rentan terhadap penyempitan atau penyumbatan.

4. Jenis Kelamin

Pria memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami apnea tidur dibandingkan wanita. Namun, risiko pada wanita juga meningkat setelah menopause, mungkin karena perubahan hormon yang terjadi pada masa tersebut.

5. Riwayat Keluarga

Ada bukti bahwa ada faktor genetik yang berperan dalam apnea tidur. Jika ada anggota keluarga dekat, seperti orang tua atau saudara kandung yang memiliki apnea tidur, kemungkinan Anda memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi ini.

6. Gangguan Medis Terkait

Beberapa gangguan medis dapat meningkatkan risiko sleep apnea, diantaranya yaitu:

  • Gangguan neurologis, seperti stroke, miastenia gravis, cedera tulang belakang.
  • Gangguan endokrin, seperti diabetes melitus, akromegali, sindrom metabolik, dan hipotiroidisme.
  • Gagal jantung kongestif.
  • Fibrilasi atrium.
  • Sindrom Prader Willi.
  • Down syndrom
  • Obesity hypoventilation syndrome (OHS).

7. Faktor Tambahan

Faktor-faktor lain yang juga meningkatkan faktor risiko sleep apnea termasuk penggunaan alkohol, merokok, dan penggunaan obat penenang dan hipnotik.

Tanda dan Gejala Sleep Apnea

Apnea tidur dapat menunjukkan beberapa tanda dan gejala yang dapat mengganggu kualitas tidur dan kesejahteraan seseorang. Berikut adalah beberapa tanda dan gejala umum dari  apnea tidur:

1. Mendengkur

Mendengkur yang nyaring adalah salah satu tanda khas sleep apnea. Mendengkur ini biasanya terjadi saat saluran napas mengalami penyempitan atau penyumbatan, dan udara terpaksa melewati rongga sempit dengan kecepatan tinggi.

2. Episodik Berhenti Bernapas

Salah satu gejala utama sleep apnea adalah berhentinya pernapasan sementara selama tidur. Ini dapat terjadi beberapa kali dalam satu malam. Orang yang mengalami apnea tidur biasanya terbangun dengan perasaan sesak napas saat pernapasan kembali normal.

3. Kelelahan dan Kecemasan

Sleep apnea dapat mengganggu tidur yang nyenyak dan mengurangi waktu tidur yang efektif. Akibatnya, orang yang menderita apnea tidur sering merasa lelah, mengantuk, dan kurang energi selama aktivitas sehari-hari. Kondisi ini juga dapat menyebabkan perasaan cemas dan iritabilitas yang berlebihan.

4. Gangguan Konsentrasi dan Daya Ingat

Kurangnya tidur yang berkualitas akibat apnea tidur dapat mempengaruhi fungsi kognitif. Seseorang mungkin mengalami kesulitan berkonsentrasi, memori yang buruk, dan kesulitan dalam pemecahan masalah.

 

Baca Juga: Demensia Onset Dini: Pikun di Usia Muda, Mungkinkah?

 

Diagnosis

Diagnosis sleep apnea dapat dilakukan melalui evaluasi yang melibatkan beberapa pemeriksaan penunjang dan tes tidur. Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang dan tes tidur yang umum digunakan untuk menegakkan diagnosis sleep apnea:

1. Polisomnografi

Polisomnografi adalah tes tidur yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis  apnea tidur. Tes ini melibatkan perekaman aktivitas otak, gerakan tubuh, pernapasan, detak jantung, dan kadar oksigen dalam darah selama tidur. Tes ini biasanya dilakukan di laboratorium tidur yang dilengkapi dengan peralatan khusus untuk memantau aktivitas tidur.

2. Pemantauan Tidur di Rumah

Untuk beberapa kasus, tes tidur di rumah dapat digunakan sebagai alternatif polisomnografi di laboratorium tidur. Tes ini melibatkan penggunaan alat pemantau tidur portable yang dapat Anda gunakan di rumah. Alat ini akan merekam data seperti aktivitas otak, gerakan tubuh, pernapasan, detak jantung, dan kadar oksigen dalam darah saat Anda tidur.

3. Poligraf Respirasi

Tes ini fokus pada perekaman parameter pernapasan selama tidur. Peralatan yang digunakan akan memantau aliran udara masuk dan keluar dari hidung dan mulut, pergerakan dada dan perut, serta tingkat oksigen dalam darah. Tes ini dapat membantu menentukan apakah Anda mengalami periode berhenti bernapas atau pernapasan yang terbatas selama tidur.

4. Monitoring Oksigen

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan oksimetri pulsa, yaitu alat yang memantau kadar oksigen dalam darah. Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi tentang fluktuasi kadar oksigen selama tidur dan membantu dalam diagnosis apnea tidur.

 

Baca Juga: Berbagai Penyakit yang Memerlukan Terapi Oksigen

 

Penanganan dan Cara Mengobati

Penanganan dan pengobatan sleep apnea bertujuan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas tidur serta mencegah komplikasi kesehatan yang terkait. Berikut ini adalah beberapa pendekatan umum dalam terapi sleep apnea:

1. Perubahan Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat membantu mengurangi gejala sleep apnea, terutama pada kasus ringan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi menurunkan berat badan jika Anda kelebihan berat badan, menghindari konsumsi alkohol dan merokok, menjaga pola tidur yang teratur, serta menghindari obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan relaksasi otot.

2. Terapi Posisi Tidur

Tidur dalam posisi miring dapat membantu memperbaiki aliran udara selama tidur. Dokter dapat merekomendasikan penggunaan bantal khusus atau alat bantu tidur yang dirancang untuk menjaga posisi tubuh yang optimal.

3. Terapi CPAP

Terapi CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengobati sleep apnea. Ini melibatkan penggunaan alat bantu tidur yang mengirimkan aliran udara bertekanan ke saluran napas melalui masker yang dikenakan di hidung atau mulut. Tekanan udara konstan membantu menjaga saluran nafas tetap terbuka dan mencegah terjadinya penyempitan atau penyumbatan selama tidur.

4. Terapi VPAP

Terapi VPAP (Variable Positive Airway Pressure), juga dikenal sebagai bilevel positive airway pressure (BiPAP), menggunakan dua tingkat tekanan yang berbeda untuk membantu mengatur pernapasan. Tekanan yang lebih tinggi diberikan saat bernapas masuk, sedangkan tekanan yang lebih rendah diberikan saat bernapas keluar. Terapi ini dapat digunakan jika seseorang tidak dapat mentolerir terapi CPAP atau memiliki kebutuhan tekanan yang berbeda saat bernapas masuk dan keluar.

5. Alat Lisan

Untuk pasien yang tidak mampu atau tidak mau menggunakan CPAP, peralatan oral atau  perangkat kemajuan mandibula (Mandibular Advancements Devices/ MAD) yang disesuaikan dan dititrasi dapat digunakan untuk memajukan rahang bawah dan meringankan obstruksi jalan napas. Metode ini biasanya bekerja paling baik bagi pasien sleep apnea ringan hingga sedang dengan gigi yang sesuai.

6. Perawatan Bedah

Perawatan bedah juga dapat direkomendasikan untuk mengatasi sleep apnea. Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) merupakan salah satu jenis pembedahan yang bisa dilakukan. Pembedahan ini bertujuan untuk mengangkat uvula dan jaringan dari langit-langit lunak untuk menciptakan lebih banyak ruang di orofaring. Hal ini terkadang dilakukan bersamaan dengan tonsilektomi dan adenoidektomi.

Komplikasi

Sleep apnea yang tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan beberapa komplikasi kesehatan yang serius. Berikut adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi:

1. Hipertensi

Apnea tidur dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau memperburuk kondisi hipertensi yang sudah ada. Selama periode berhenti bernapas, tubuh merespons dengan meningkatkan tekanan darah untuk mencoba memperbaiki aliran udara yang terhenti. Jika hal ini terjadi berulang kali selama tidur, kondisi tekanan darah tinggi dapat menjadi lebih parah.

2. Penyakit Jantung

Apnea tidur juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung seperti penyakit arteri koroner, gagal jantung, dan aritmia jantung. Gangguan tidur yang berulang dan penurunan kadar oksigen selama sleep apnea dapat mempengaruhi fungsi jantung dan menyebabkan kerusakan jangka panjang.

3. Stroke

Sleep apnea yang tidak diobati bisa meningkatkan risiko penyakit stroke. Selama periode berhenti bernapas, penurunan pasokan oksigen ke otak dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan risiko terjadinya serangan stroke.

Penting untuk diingat bahwa komplikasi tersebut dapat dicegah atau dikurangi dengan pengobatan yang tepat. Jika Anda memiliki sleep apnea, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan perawatan yang sesuai dan mengelola kondisi dengan baik guna mencegah komplikasi yang lebih serius. 

Anda dapat menghubungi Kavacare Support di nomor 0811 1446 777 untuk berkonsultasi langsung dengan dokter secara online segera dari rumah. Kontak Kavacare hari ini!

Sumber:

  1. Sleep Apnea Syndrome. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564431. Diakses 8 Juli 2023. 
  2. Obstructive Sleep Apnea. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6140019. Diakses 8 Juli 2023.  
  3. Obstructive Sleep Apnea. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459252. Diakses 8 Juli 2023. 
  4. Central Sleep Apnea. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK578199. Diakses 8 Juli 2023.  
  5. Obstructive Sleep Apnea: Symptoms and Causes. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/obstructive-sleep-apnea/symptoms-causes/syc-20352090. Diakses 8 Juli 2023. 
dr. Keyvan Fermitaliansyah
Reviewed by:
Ditinjau oleh:

dr. Keyvan Fermitaliansyah

Care Pro, Dokter Umum Kavacare